Pulau Sempu Malang

Saya benar-benar tak menyangka jika perjalanan ini akan membuat mood saya benar-benar buruk.
Deretan tenda warna-warni berdempetan bagai perumahan kumuh. Hampir tak ada ruang kosong. Suasana sangat semarak.
Ada yang memakai topi koboi, kacamata hitam bernyanyi sembari memainkan gitar, ada yang bermain kartu, dan hampir sebagian besar sedang bermain air di Segara Anakan.
Tempat ini sangat khas, khas destinasi wisata Indonesia, yaitu sampah berserakan dimana-dimana.
Sempu memang indah, namun sampah-sampah yang berserakan itu yang merusak semuanya. Beberapa bahkan menumpuk di pojokan, meninggalkan bau tidak sedap.
Bungkus mi instan, botol air mineral, bungkus dan puntung rokok, bahkan salah satu yang cukup mengagetkan, saya menemukan bungkus kondom bekas!
Sebelum berkunjung saya tahu jika tempat ini sangat ramai, apalagi saat akhir minggu seperti ini. Namun saya tak menyangka akan seramai dan sekumuh ini.
Saya teringat perkataan seorang teman asal Jerman yang saya kenal dari couchsurfing.
Kalian sangat ramah dan baik, tak pernah sungkan saat dimintai bantuan, tapi saya harus minta maaf sebelumnya untuk mengatakan hal ini, kalian sangat jorok, saya mengatakannya karena saya peduli dengan kalian dan tempat hidup kalian‘.
Saya tersenyum kecut. Memang begitulah faktanya.
Hingga saya dan rombongan saya kembali keesokan harinya, saya tak menyentuh air sedikitpun karena saking buruknya mood saya. Saya hanya duduk-duduk di tenda dan mengobrol dengan teman-teman rombongan.
Sepulangnya saya dari sana saya mencari informasi di dunia maya tentang Pulau Sempu. Saya penasaran karena disana saya sempat melihat papan bertuliskan ‘Resort Konservasi Wilayah Pulau Sempu”. Dan ternyata benar dugaan saya, Pulau Sempu adalah wilayah cagar alam!
Dibutuhkan SIMAKSI ( Surat Izin Masuk Wilayah Konservasi ) untuk masuk ke tempat tersebut, dengan proses yang panjang dan ketat. Pada umumnya, para penelitilah yang melakukan ini.
Kebingungan muncul saat website resmi pariwisata Indonesia mempromosikannya sebagai salah satu destinasi andalan Indonesia. Begitu pula website Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur pun menyebutkan Pulau Sempu sebagai salah satu potensi wisata.
Media-media besar tak mau kalah mengeksposnya sebagai ‘salah satu surga tersembunyi Indonesia yang wajib dikunjungi’. Hingga pada akhirnya, masyarakat umumpun berpikiran bahwa wisata ke Pulau Sempu adalah hal wajar.
Terlepas dari polemik boleh tidaknya Pulau Sempu dimanfaatkan sebagai tempat wisata, setiap yang datang tetap wajib menjaga kelestarian dan kebersihan tempat tersebut. Membawa trash bag -kantung sampah besar bisa menjadi ide bagus.
Ah, cuma sampah sebungkus, tidak akan merusak alam,’ kata seorang kawan ketika saya tegur saat berada disana. Melihat orang-orang sepertinya, saya merasa bungkus permen yang saya kantongi untuk saya buang di tempat sampah nanti, menjadi sia-sia.
Akhir minggu kemarin, seorang teman kos mengajak saya dan beberapa teman ke Pulau Sempu. Saya berusaha memberi penjelasan kepadanya tentang semua yang saya tahu.
Teman tersebut justru seperti ‘melawan’ semua penjelasan saya.
Nah itu, udah banyak banget orang kesana. Kemarin juga aku nonton di TV ada yang liputan itu. Masak nggak boleh? Mereka boleh berkunjung, masak kita nggak!’
Saya diam. Omongannya sebenarnya tanpa dasar, namun memang itu faktanya.
Hal itulah yang saya takutkan. Ketika hal yang sebenarnya ‘salah’ tapi dilakukan orang banyak, hal tersebut akan dianggap ‘benar’.
Tentang peraturan boleh berkunjung tidaknya memang belum jelas. Hingga sekarang saya tak menemukan kepastian tentang hal tersebut. Tapi setidaknya, jika berurusan dengan sampah, hal tersebut bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan.
Hal lucu saya temukan di salah satu komentar postingan blog yang membahas tentang larangan berkunjung ke Pulau Sempu ini. Dia menggunakan akun ‘anonim’.
 Yang menginap itu kan barang bawaannya banyak mulai dari tenda, alas, perlengkapan. Karena medannya berat, masing-masing guide punya rute masing-masing. Anda beruntung teman anda tahu jalur tercepat. Bagi yang dapat guide yang tahu jalur lambat, dengan bawaan banyak benar-benar harus mengeluarkan energi lebih banyak.Makanya kebanyakan pengunjung terutama yang baru sekali datang, kebanyakan meninggalkan sampahnya untuk mengurangi beban pas pulang. Belum lagi bagi yang menginap kebetulan dapat jadwal air pasang, bisa tidak tidur semalaman dan mengurangi waktu mengumpulkan energi untuk pulang. Seharusnya disana itu disediakan tempat sampah untuk umum, sehingga lingkungan yang kotor bisa diminimalisir.’
Membaca komentarnya, saya berpikir, ‘Mungkinkah sebagian besar pengunjung Pulau Sempu memiliki pola pikir seperti dia? Jika benar, saya tak heran Pulau Sempu rusak.

No comments:

Post a Comment

Populer Post

Warung Misbar Bandung